KandaiDotID

Polda Sultra Bekingi Tambang di Wawonii ?

Peristiwa penyerobotan lahan perkebunan warga, kembali terjadi di Wawonii, Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara. Perusahaan pertambangan PT Gema Kreasi Perdana (GKP), melakukan penyerobotan kebun warga dengan dibekingi aparat kepolisian dari Polda Sultra, Jumat (23/8/19).

Alat berat perusahaan leluasa menumbangkan pohon-pohon mete produktif milik warga. Penyerobotan lahan di Wawonii merupakan tindakan ke tiga kalinya oleh perusahaan. Jumat lalu aksi penyerobotan lahan oleh perusahaan, diketahui setelah warga mendapati belasan alat berat, puluhan operator dan puluhan polisi menjatuhkan pohon mete di lahan milik La Ririn.

Menariknya perusakan kebun tersebut diduga terjadi malam hari. Dari keterangan beberapa warga, setiap saat mereka menjaga kebunnya dan malam hari pulang ke rumah untuk beristirahat. Disaat warga pulang dari kebun, barulah perusahaan masuk dan melakukan penyerobotan untuk pembangunan jalan lingkar.

 

Kebun warga wawonii yang diserobot oleh perusahaan tambang. Hingga hari ini aktivitas penyerobotan lahan masih terus terjadi. (Foto Egi)

 

“Dipastikan terjadi diatas Pukul 23.00 Wita semalam, pasca pemilik lahan La Ririn pulang ke rumah untuk beristirahat malam,” kata Mando Maskuri, di Desa Sukarela Jaya.

Selain aktivitas alat-alat berat itu, di lokasi kejadian, warga juga mendapati polisi yang jumlahnya lebih dari 10 orang, yang diketahui berasal dari Polda Sultra. Para anggota ini diketahui dari Polres Kendari dan Diretorat Polair. Polisi-polisi itu tampak berdiam diri disekitar alat berat yang bekerja.

“Ketika kami tanya, alasannya mengamankan konflik. Tetapi polisi ini tidak pernah berkepikir kalau perusahaan menyerobot lahan kami. Pohon mete kami ditumbangkan, polisi itu tidak pernah melarang perusahaan. Aneh sekali, mereka bertindak semenah-menah sama kita,” tegas Mando.

Video aksi warga menghalau alat berat ini beredar luas di sosial media. Nampak jelas aparat kepolisian berseragam lengkap dan memegang senjata sedang mencegah masyarakat untuk tidak bertindak anarkis. Warga murka melihat alat berat milik PT GKP menyerobot lahannya. Alhasil 10 operator alat disandera oleh warga.

“Sebenarnya kami akan bawa ke kantor polisi. Tetapi anggota yang berada di lapangan, menghalau kami dengan senjata dan keributan terus terjadi. Kami tidak akan biarkan hal ini terjadi,” katanya.

 

Pemberian IUP di tanah Wawonii, dianggap sebagai bom waktu. Kedepannya akan menimbulkan kerusakan lingkungan dan bencana alam lainnya. (Foto Egi)

 

Kapolda Menolak Disebut “Polisi Bekingi Tambang di Wawonii”

Dalam kesempatan wawancara, Kapolda Sultra, Brigjen Iriyanto, menjelaskan kalau Polda Sultra tidak mau disebut membekingi tambang di Pulau Wawonii. Apa yang dilakukan oleh kepolisian disana kata dia adalah dalam rangka mengamankan investasi yang berada di Wawonii. Selain itu untuk mencegah adanya konflik sosial masyarakat.

“Kami paham bahwa langkah kami akan bernilai negatif. Tetapi kami juga menjelaskan, soal kasus PT Harita Grup itu (PT GKP) di Wawonii, bahwa kalian juga harus bertindak sesuai aturan yang berlaku. Sesuai ijin-ijinnya. Sehingga tidak ada konflik,” terangnya.

Dia bercerita bahwa masalah Wawonii walau ada kehadiran polisi di lokasi, ia juga menolak tindakan kesewenang-wenangan perusahaan. Dalam artian kata dia, semua bisa dilanggar karena ada polisi yang menjaga. Iriyanto sering diminta namun dia bersikukuh dengan pikirannya bahwa perusahaan juga bergerak sesuai aturan.

“Karena jika kita kuat-kuatan maka tidak akan selesai. Semuanya harus diselesaikan dengan komunikasi baik-baik. Perusahaan juga kalau melanggar saya tegaskan itu tidak bisa. Karena terus terang di Wawonii inikan masuk penanaman modal asing (PMA) jadi berat untuk mencabut IUP, solusinya yah komunikasi kedua bela pihak,” jelasnya.

 

Seorang perempuan berteriak didepan polisi. Meminta mengehntikan aksi anarkis. Mereka juga berharap dipertemukan dengan Gubernur Ali Mazi untuk mencabut IUP di Wawonii. (Foto Egi)

 

Iriyanto menambahkan bahwa kewajiban polisi mengawal investasi yang benar. Bagaimana yang benar menurut dia adalah investasi yang sesuai aturan. Dimula dari adanya kajian-kajian, lingkungan sosial dan budaya setelah itu masuk IUP. Ijin menjadi barang legal menurut polisi. Namun begitu belakangan carut marut dengan kepentingan politik.

“Silakan damai. Harita jangan begitu masuk, jangan mengabaikan sosial budaya yang ada disana. Walaupun itu cacat dalam AMDAL. Soal pengamanan itu resmi namun ada batasan. Namun anggota jangan menjadi eksekutor melainkan mediator antara masyarakat dengan pemerintah,” jelasnya.

Lebih lanjut dia memaparkan bahwa PT Harita Grup yang ada di Wawonii jangan mentang-mentang ada pasal menghalangi investasi dan mendapatkan hukuman 2 tahun, maka dengan begitu memanfaatkan polisi. “Kewajiban kami hanya mengamankan. Kalau ada penyimpangan maka laporkan ke kami. Kami tidak ada pilih-pilih,” tegasnya.

 

Warga meminta pemerintah mencabut semua IUP di Wawonii. Namun belakangan pemerintah hanya mencabut 9 IUP dan Membekukan 6 IUP.(Foto Egi)

 

JATAM Minta Kapolda Tarik Pasukannya

Selain penyerobotan lahan, PT GKP juga berulangkali menekan resistensi masyarakat tolak tambang dengan cara mengkriminalisasi.  Pertama, sebanyak tiga belas (13) orang telah dilaporkan ke Polda Sultra atas dugaan tindakan pengancaman, penghinaan, dan pencemaran nama baik pada 12 Juli 2018 lalu.

Namun belakangan laporan itu telah dicabut, dan kedua bela pihak, difasilitasi Bupati Konawe Kepulauan, sepakat berdamai pada 17 Oktober 2018.  Kedua, terdapat tiga (3) orang, masing-masing La Baa, Amin dan Wa Ana juga dilaporkan PT GKP ke Polda Sultra pada 14 Juli 2019 dengan tuduhan telah melakukan tindakan menghalang-halangi aktivitas perusahaan tambang.

“Tiga warga tersebut sudah mengikuti pemeriksaan pertama pada 29 Juli 2019 di Polda Sultra. Tetapi itu aneh dengan jika dibandingkan dengan warga yang melaporkan perusahaan. Polisi lambat melakukan pemeriksaan kepada perusahaan, sementara kepada warga, baru satu hari dilaporkan, besoknyawarga sudah dipanggil,” kata Melky Koordinator JATAM Nasional yang mengawal kasus Wawonii.

 

mahasiswa menggelar teatrikal dan kubur diri. Dalam teatrikal mereka menggambarkan bagaimana tanah Wawonii, yang dulunya dipenuhi jejeran nyiur yang rinbum, seketika berubah. (Foto Egi)

 

Sejak PT GKP masuk, dan melakukan penyerobotan lahan, berikut secara agresif melapor warga ke pihak kepolisian, konflik sosial antar masyarakat pun terjadi. Saat ini, warga yang terbelah menjadi kelompok pro dan kontra, terus bersihtegang, tidak saling tegur-sapa antar orang tua dan anak, suami dan istri, suami istri berpisah, bahkan jika ada warga yang menolak tambang menggelar hajatan perkawinan atau yang lainnya, kelompok pro, meski bertetangga, tidak mau berpartisipasi.

Melky menekan Kapolda Sultra agar secepatnya menarik pasukannya di lokasi PT GKP dan menuntaskan semua konflik disana. Konflik sosial ini, bak’ bom waktu yang kapan saja bisa meledak jika pemerintah terus masa bodoh, membiarkan perusahaan menyerobot lahan-lahan masyarakat.

“Mengecam keras Kapolda Sulawesi Tenggara, Brigjen Pol Iriyanto yang membiarkan pasukannya berada di lokasi, mengkawal PT GKP di lahan milik warga. Mendesak Kapolri, segera memerintahkan Kapolda Sulawesi Tenggara untuk segera menarik seluruh pasukannya dari lokasi, sekaligus segera memproses hukum PT GKP,” tegas Melky.

 

Penulis : Egi

Follow us

Don't be shy, get in touch. We love meeting interesting people and making new friends.