Konflik berkepanjangan masih terus terjadi, di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal disebabkan sebagian masyarakat yang masih kokoh menolak hadirnya bisnis pertambangan, yang dinilai merusak lingkungan itu. Dan tidak sedikit juga yang menginginkan tambang masuk di Wawonii.
Beragam konflik itu mulai dari penyerobotan lahan sampai konflik social masyarakat. Mencegah konflik berlarut, pemerintah pusat langsung turun ke Wawonii akhir Agustus 2019 lalu. Pemerintah berjanji menuntaskan segala persoalan penolakan bisnis tambang disana.
Adapun yang turun ke Wawonii diantaranya Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kementrian Perhubungan, Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, ATR/BPN dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Beberapa hari di Sultra, dengan mengunjungi Pulau Wawonii dan pemerintah Provinsi Sultra, tim yang dipimpin oleh KKP dan ATR/BPN tersebut, menegaskan bahwa pulau Wawonii harus terbebas dari bisnis pertambangan. Bukan saja karena Wawonii termaksud dalam wilayah pesisir dan pulau-pulai kecil, melainkan tata ruang yang ada, disepakati di Wawonii meniadakan pengeloaan sumber daya alam dibidang pertambangan.

Para pihak dari lintas kemetrian dengan menamai diri sebagai “Tim Penuntasan Masalah Wawonii” itu, di Desa Sukarela Jaya selain menemui masyarakat, mereka juga mendatangi lokasi pelabuhan khusus atau jetty PT GKP. KKP menyoroti pembangunan jetty ini, dinilai melanggar tata ruang perikanan dan kelautan. Selain itu, pemberian izin pembangunan jetty dari Kementrian Perhubungan Laut, tidak melalui rapat koordinasi dengan KKP.
Direktur Jendral Pengelolaan Ruang Laut, KKP, Brahmantia Satya Murti Poerwardi menjelaskan kedatangan mereka ke Desa Rokoroko Jaya untuk mendengar keluhan masyarakat bukan dari satu pihak. Saat ini mereka melakukan monitoring dan evaluasi serta melihat titik-titik khususnya pelabuhan, apakah sesuai dengan perijinan yang di miliki perusahaan.
“Serta perijinan lainnya, Jika pihak perusahaan melakukan pelanggaran maka akan di proses sesuai aturan yang berlaku. Pastinya kami dari KKP sesuai dengan data yang ada baik dari dinas dan pemda Konkep menyatakan bahwa ruang laut tidak ada pembangunan jetty. Namun Kementrian Perhubungan memberikan izin. Maka disini semua kita akan cek kembali,” kata Brahmantia.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa ketika hasil kajian dari kementrian terkait tidak bisa dikeluarkan maka perusahaan tidak akan melakukan pertambangan.Pihaknya juga kata Brahmantia sudah bertemu dengan Gubernur Sultra dan menanyakan semua perijinan yang di miliki oleh PT. GKP. Hasilnya disepakati bahwa sampai saat ini tidak ada kegiatan dalam perusahaan.

RTRW Wawonii Tidak Ada Ruang Pertambangan
Sementara itu, Bupati Konawe Kepulauan, Amrulah menjelaskan bahwa masuknya perusahaan pertambangan di Konawe Kepulauan tidak ada pemberitahuan kepada pemerintah. Dirinya menegaskan tidak akan menandatangani semua perizinan perusahaan sebelum adanya RTRW (Rancangan Tata Ruang Wilayah).
Karena pada dasarnya kata Amrulah, RTRW untuk wilayah Kabupaten Konawe Kepulauan tidak dimasukannya wilayah pertambangan. Namun kata dia, desakan penolakan tersebut sempat mendapat somasi dari pihak pertambangan masalah RTRW. Untuk hasil dari semua itu katanya, pihaknya meminta petunjuk dari ATR/BPN guna menjelaskan hasil rapat koordinasi terkahir terkait dengan RTRW Konkep, yang meniadakan pertambangan.
“Namun dalam regulasi undang-undang bahwa pulau-pulau kecil tidak boleh ada pertambangan akan tetapi ada hal khusus yang harus diliat baik itu masalah lingkungan maupun masalah aspek keamanan. Saya harapkan jangan menggiring permasalahan pertambangan ke ranah politik,” jelasnya.
Amrulah juga menyampaikan bahwa karena adanya pertambangan di Wawonii, situasi Kabupaten Konawe Kepulauan kurang kondusif dan kegiatan proses pelayanan pada msyarakat agak terganggu pasca masuknya pertambangan. Sehingga dia berharap pemerintah pusat dapat mengambil keputusan yang baik untuk daerah dan masyarakat Wawonii pada umumnya.
“Olehnya itu, masyarakat dapat menahan diri, kita serahkan semua kepada pemerintah, guna bisa menyelesaikan masalah ini,” ujar Amrulah.
Sementara itu, ditambahkan oleh perwakilan dari Kementrian ATR/BPN, berkaitan dengan tata ruang Wawonii, ATR/BPN akan mengkaji dengan baik masalah RTRW. Pihak kementrian akan segera rapat guna RTRW Wawonii diperdakan secepatnya. Apalagi RTRW tersebut telah melalui proses yang cukup lama.
“Kami sudah mengumpulkan data dari perusahaan dan akan mencarikan solusi serta kami membutuhkan dukungan dari Bupati dan masyarakat. Sehingga persoalan ini benar-benar selesai,” kata Shafik Ananta dihadapan masyarakat Wawonii.
Dijelaskan juga oleh Kemeterian Lingkungan Hidup, pihaknya akan selalu bersinergi dengan kementrian terkait. LH akan mempelajari terlebih dahulu terkait ijin dari perusahaan dan akan secara objektif, melihat apa saja permasalahan yang ada dan hasilnya akan dikoordinasikan kepada Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Masyarakat Minta IUP PT GKP Dicabut
Mando Maskuri perwakilan masyarakat, salah satu aktivis yang sampai sekarang masih mendampingi masyarakat penolak tambang di Wawonii, meminta kepada pemerintah pusat agar IUP PT GKP dicabut. Hal ini dikatakannya karena melanggar aturan yang berlaku. Wawonii kata Mando meruppakan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, sehingga harus terbebas dari tambang.
Mando menjelaskan perjuangan masyarakat dimulai tahun 2017 untuk melakukan penolakan tambang karena dalam RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan yang ada, wilayah Wawonii hanya diperuntukan untuk sektor Perikanan, Pertanian, Perkebunan dan Pariwisata. Ditambahkan lagi, Kabupaten Konawe Kepulauan, masyarakatnya sangat mengutamakan kekeluargaan.
“Namun setelah masuknya investor pertambangan sudah sering terjadi konflik sosial bahkan dalam keluarga, harga kebutuhan pokok naik setelah masuknya perusahaan. Kami meminta untuk ijin pembangunan Jeti dan seluruh IUP pertambangan di Kabupaten Konawe Kepulauan untuk dicabut,” tegasnya disambut tepuk tangan warga.
Sampai saat ini warga masih menjaga kebun mereka dari penyerobotan yang dilakukan oleh pihak perusahaan. Mando tidak mengancam, namun jika perusahaan kata dia, masih akan melakukan penyerobotan maka pihaknya akan bertindak tegas. Selain itu, ia berharap seluruh laporan polisi kepada dirinya dan 20 warga Wawonii bisa dicabut.
“Kita ini, sudah diserobot lahannya, dilaporkan juga dipolisi. Maka kami heran, bagaimana sebenarnya konsep keadilan di daerah ini. Kami meminta agar laporan warga dicabut oleh polisi, kemudian perusahaan keluar dari Wawonii. Jangan lagi bikin masalah,” tegasnya.
Namun begitu, masyarakat Pulau Wawonii kini bisa sedikit bernapas legah, setelah pemerintah pusat dari lintas kementerian turun langsung di Wawonii dan berjanji akan menuntaskan segala persoalan di pulau kelapa itu. Sesaat setelah pemerintah pusat ke Wawonii, Mongabay menemui Mando Maskuri aktivis yang mengawal warga.
Mando bercerita bahwa warga di Wawonii, kini sudah beraktivitas seperti biasa dan mulai membersihkan kembali kebun-kebun mereka, yang sempat digusur sepihak oleh perusahaan PT GKP. Perasaaan takut memang masih menghantui kata Mando, apalagi ketika perintah nantinya tidak berpihak kepada mereka.
“Karena di daerah kita tahu sendiri, bagaimana Gubernur dan DPRD sampai Bupati tidak bisah berbuat apa-apa. Kemudian kepolisian juga yang sampai saat ini masih terus memproses laporan perusahaan,” katanya.
Saat ini mereka, selain berakivitas kembali di kebun-kebun, warga fokus penguatan kebeberapa warga, agar tetap pada garis perjungan menolak tambang. Bagaimana-pun kata Mando, tidak sedikit warga yang ditarik untuk menjual lahan kepada perusahaan. Ini katanya seperti politik adu domba antar masyarakat.
“Mereka memainkan pola itu, sehingga masyarakat dibenturkan. Konflik itu Nampak didepan mata, kadang kita harus siap berkelahi dengan warga yang disebut pro tambang,” cerita
Penulis : Egi
Beri Komentar