14 Agustus 2016
Jakarta Hai Xian riuh. Beberapa pekerja asal Tiongkok baru saja tiba. Dari bangku-bangku panjang mereka mulai memanggil pelayan. Beberapa diantaranya sibuk membolak-balik daftar menu sembari memberi komentar dalam bahasa mereka.
Dibalik dapur yang hanya berbatas dipan dengan sedikit sekat kawat tembus pandang, terlihat pelayan dan juru masak juga tak kalah sibuknya. Dalam tempo beberapa saat, mangkok-mangkok berisi sup siap menuju meja makan. Aroma dari kepul asap sup menyeruak memenuhi seisi rumah makan, bercampur dengan asap tembakau para pekerja.
Jakarta Hai Xian adalah salah satu rumah makan vaforit para pekerja asal Tiongkok di Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Selain Jakarta Hai Xian terdapat juga Rumah Makan Xao dan beberapa rumah makan denga atribut dan simbol Negeri Tirai Bambu.
Daerah Morosi di Konawe, sejak setahun terakhir memang mendadak mencadi pecinan di Sulawesi Tenggara. Perubahan itu terjadi sejak kehadiran ratusan pekerja asal Tiongkok di pabrik pemurnian nikel milik PT Virtue Dragon Nike Indutri pada tahun 2015.
Kehadiran para buruh asal Tiongkok ini membawa perubahan di daerah pabrik Morosi yang dahulunya adalah hutan lebat. Sejumlah warga lokal lalu melihatnya sebagai sebuah peluang usaha. Mereka punberlomba membuat rumah makan sederhana lebih tepanya disebut kedai.
Pasalnya, rumah makan disini umumnya hanya dibangun dari papan dengan ukuran kecil. Rumah makan-rumah makan itu berderet diluar pagar pabrik. Uniknya, baik pemilik rumah makan maupun pelayan tidak mengerti bahasa Tiongkok sama sekali. Apalagi masakan Cina.
“Awalnya kita kesulitan. Mereka ini seleranya bagaimana. Makanya kita kadang masaknya hanya sekedar memasak. Namun sekarang kita sudah tahu kalau yang mereka sukai bawang putih dan jahe dan yang terpenting berkuah,” tutur Risma, sembari terkekeh.
Risma adalah salah seorang pemilik rumah makan di Morosi. Untuk mengatasi kendala bahasa, Risma tak kehabisan akal. Didaftar menu sengaja ia tampilkan gambar-gambar bahan dan bumbu masakannya. Ia pun mempelajari isyarat dan bahasa tubuh para pekerja asing itu.
“Karena tidak saling memahami makanya agak lama kita layani mereka. Kita harus pakai bahasa isyarat dulu baru melayani. Tunjukan apa makanan yang mau dimakan atau bumbu-bumbu makanan yang mau dicampur,” katanya sambil menirukan gaya berbahasa isyarat.
Jam makan para pekerja asing tersebut antara pukul 17.00 hingga pukul 22.00 Wita. Selain minum jus mereka sangat menyukai sup. Sup idola mereka adalah sup kepiting atau sup udang. Tapi yang terpenting, jangan lupakan bumbu berupa bawang putih dan jahe. Apapun masakannya. Dalam sehari, setiap rumah makan ini bisa melayani puluhan pelanggan.
Morosi kini perlahan tumbuh menjadi pecinan dadakan. Dadakan lantaran para pekerja Tiongkok ini hanya diikat kontrak hingga pabrik pemurnian nikel itu selesai. Lagipula kehadiran mereka telah memicu kecembuaran sosial warga lokal yang menuntut bekerja di perusahaan itu. Entah bagaimana nantinya nasib Rumah Makan Jakarta Hai Xian dan Rumah Makan Xao.
Penulis : Egi
Sumber: http://kabarkendari.com/2016/08/pecinan-balik-pabrik-nikel-morosi/
Beri Komentar